postheadericon KERACUAN DALAM TAUHID II

Syaikh  Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata : “jika anda telah mengerti  apa yang telah aku katakan dengan pengertian yang meresap ke dalam hati,. Telah mengerti arti syirik yang telah dinyatakan oieh Allah Subhanahu Wa  Ta`ala dalam firman-Nya (yang artinya):
Sesungguhnya  Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa selain dari  (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan  Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar (An-Nisa’: 48)
 
Telah mengerti pula din (agama) Allah yang dibawa oleh para rasul dari rasul yang  paling pertama hingga rasul terakhir, dan telah mengerti pula kebodohan yang  dialami oleh kebanyakan orang tentang ini, maka semua pengertian anda itu  akan memberi dua faidah kepada anda:
Pertama:
Kegembiraan karena mendapat karunia serta Allah sebagaimana firman-Nya (yang  artinya):
Katakanlah:  “Dengan karunia Allah dan rahmad-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.  Karunia Allah dan rahmad-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Yunus: 58).
Kedua:
Rasa takut yang besar sebab apabila anda telah memahami bahwa seseorang bisa  menjadi kafir disebabkan sebuah kalimat yang keluar dari mulutnya, sedangkan  ia mengucapkannya karena kebodohannya, padahal kalimat kufur tersebut tidak  termaafkan sebab kejahilannya itu, atau terkadang seseorang mengucapkan kata-kata  kufur sedangkan ia menyangka bahwa perkataannya itu merupakan perkataan yang  dapat mendekatkan dirinya kepada Allah seperti yang dilakukan oleh orang-orang  musyrik. Apalagi jika anda telah memahami berdasarkan petunjuk Allah   -kisah tentang (kebodohan) kaumnya Musa `alaihis salam yang berkata kepada beliau seraya berkata- padahal mereka adalah orang-orang shalih dan berilmu- :
“Buatkanlah  untuk kami sebuah sesembahan (berhala) sebagaimana sesembahan-sesembahan (berhala)  yang mereka miliki” (Al-A`raaf: 138)
Pada  saat ini (ketika anda telah memahami semua ini –pen), maka rasa takut anda  akan menjadi sangat besar dan semangat anda untuk membersihkan diri dari hal-hal  semacam di atas pun menjadi besar pula.
Maksudnya  apabila anda telah memahami semua perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab  di atas, anda telah memahami makna kalimat “la ilaha illallahu” dengan sebenar-benarnya dan anda telah mengerti kebodohan banyak orang terhadap kalimat tersebut, baik kebodohan yang bersifat sederhana maupun kebodohan yang keterlaluan.  Maka pemahaman anda itu akan memberi anda dua faidah besar buat anda:
Pertama:
Kegembiraan karena anda mendapat karunia Allah. Hal ini karena dua sisi nikmat  sebagai berikut:
  1. Bahwa Allah telah membukakan dan menganugrahkan pemahaman kepada anda  hingga anda dapat memahami makna yang benar dari `la ilaha illallahu’
  2. Bahwa anda telah terselamatkan dari kesesatan kebanyakan orang disebabkan  kesalahan mereka dalam memahami kalimat tersebut.
Kegembiraan  semacam ini yang termasuk diperintahkan Allah dalam firman-Nya (yang artinya:) 
Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmad-Nya, hendaklah dengan itu  mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmad-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Yunus: 58).
Sementara  itu kegembiraan seseorang karena mendapat nikmat Allah adalah ibadah, dan  kegembiraan ini termasuk hal yang terpuji seperti yang diterangkan dalam sebuah hadits (yang artinya) :
Orang-orang  yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, satu kegembiraan di saat berbuka,  dan satu kegembiraan lagi disaat bertemu dengan Rabbnya (dikeluarkan oleh Bukhari: 4/144- Fathul Bari dan Muslim : 8/278)
Rasa takut yang amat besar apabila anda sampai jatuh ke dalam kekufuran kaum musyrikin.  Sebab seseorang terkadang mengucapkan kata-kata kufur, padahal kekufuran tersebut tidak termaafkan hanya karena ketidak mengertiannya bahwa itu kufur. Maka  jadilah ia orang yang kafir karena kata-kata yang diucapkannya itu sebagaimana  telah diterangkan dalam sebuah hadits (yang artinya)
“Sesunggunhnya seseorang berkata dengan suatu kalimat berupa kebencuan terhadap Allah, ia menganggap perkataannya itu tidak mengapa, tetapi dengannya ia terhempas ke dalam neraka  (jauhnya) begini dan begini (dalam riwayat lain: (jauhnya/dalamnya) sejauh timur dan barat)(dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam Fathul bari: 11/314, dan  Muslim hadits no. 17/117 dan lain-lain)
Kita  memohon kepada Allah agar kita menjadi orang-orang yang selamat.
Selanjutnya  Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengingatkan agar hendaknya seorang muslim  merasa takut bila dirinya memiliki persangkaan seperti yang dilakukan oleh kaum musyrikin berkenaan dengan makna tauhid; yaitu bahwa tauhid dipahami sebagai: “Hanya Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemberi rizki dan Pengatur”.  Oleh karena itu beliau mengingatkan agar hendaknya manusia terus-menerus takut, kemudian disusul dengan selalu mengingat kisahnya kaum nabi Musa `alaihis salam ketika mereka berkata kepada Musa (yang artinya)
“Buatkanlah untuk  kami sebuah sesembahan (berhala) sebagaimana sesembahan-sesembahan (berhala)  yang mereka miliki” (Al-A’raaf: 138)
Musa  menjawab (yang artinya):
“Sesungguhnya  kalian ini orang-orang yang bodoh”
” Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan  batal apa yang mereka kerjakan” (Al-A’raaf: 139)
Jadi dalam ayat diatas, Musa menjelaskan bahwa permintaan kaumnya agar Musa membuatkan  berhala sebagaimana kaum musyrikin mempunyai berhala-berhala merupakan suatu kebodohan. Maka kalau peristiwa itu diingat, niscaya akan menimbulkan rasa takut di hati seseorang apabila dirinya sampai terjatuh ke dalam kesesatan  serta kejahilan karena berprasangka bahwa makna `la illaha illallahu’ adalah “tidak ada Pemberi rizki, Pencipta dan pengatur kecuali Allah.
Itulah  dia yang dingatkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan yang banyak dialami  oleh orang-orang ahlul kalam, yaitu orang-orang yang banyak bicara berdasarkan logika tentang Tauhid   Rububiyah. Mereka beranggapan bahwa `la illaha illallahu adalah “ tiadaPencipta dan tidak ada Yang Maha Kuasa untuk  mencipta kecuali Allah”
Meraka  menafsiri kalimat yang agung ini dengan pebafsiran yang salah dan batil, penafsiran  yang tidak perbah dikenal seorangpun di kalangan kaum muslimin, bahkan orang-orang musyrik arab  dahulunya tidak dikenal penafsiran ini, bahkan orang-orang musyrik Arab dahulu jeuh lebih memahami kaliamt “la illaha illallahu”  dibandingkan  dengan orang-orang ahlu ilmu kalam.
Syaikh  Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah selanjutnya berkata: “Ketahilah bahwa  dengan hikmah-Nya, Allah subhanahu wata’ala tidak mengutus seorang nabipun untuk membawa tauhid ini, melainkan Dia ciptakan musuh-musuh yang menentang nabi-Nya tersebut, sebagaimana firman  Allah (yang artinya): 
Dan  demikian kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari  jenis)  manusia dan(dari jenis) Jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabb-mu menghendaki, niscaya mereka tidak  mengerjakannya,  maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan (al-An’am: 122)
Dan  tidak jarang  musuh-musuh nabi Allah itu memiliki banyak ilmu, banyak  kitab dan banyak hujjah, seperti yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya  (yang artinya):
Maka  tatkala datang kepada mereka rasul-rasul ( yang diutus kepada) mereka dengan  membawa keterangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang  ada pada mereka….(al-Mu’min:83)
Disini  Rahimahullah mengingatkan adanya satu pelajaran besar, yakni satu diantara  hikmah Allah Ta’ala yaitu bahwa setiap kali Dia mengutus nabi-Nya, maka Dia ciptakan pula musuh-musuh penentangnya yang terdiri dari manusia dan jin.
Adanya  musuh ini berguna untuk menyaring dan memperjelas kebenaran, sebab setiap  kali ada penentang, maka hujjah (bukti kebenaran ) nabi pun akan semakin kuat. Sebaliknya, apabila nabi diutus demikian saja tanpa penentang, akhirnya kebenaran (al haq) yang menjadi misinya tidak akan menjadi jelas, justru dengan adanya  penentang itulah akan tejadi penentangan yang bakal mempertegas dan memperjelas al-haq.
Rintangan  yang ditetapkan oleh Alah untuk para nabi-Nya ini juga ditetapkan bagi para  pengikut mereka. Setiap para pengikut nabi pasti akan menghadapi penentang atau musuh-musuh seperti apa yang pernah dihadapi oleh para nabi, sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam surat al-An’am ayat 112 diatas.
Juga   firman Allah (yang artinya)
Dan  seperti itulah, telah Kami adakan bagi  tiap-tiap nabi, musuh dari   orang yang berdosa. Dan cukuplah Rabbmu menjsadi pemberi petunjuk dan penolong
Renungkanlah firman Allah pada ayat diatas yang artinya berbunyi:
Cukuplah  Rabb-mu menjadi pemberi petunjk dan penolong”
Kalau ayat diatas diperhatikan, orang-orang yang berdosa (penjahat) yang memusuhi  para nabi itu, melakukan permusuhannya kepada para rasul melalui dua jalan;
  1. Peragu-raguan (tasykik)
  2. Permusuhan.
Adapun yang berkenaan dengan jalur tasykik (peragu-raguan), maka untuk mengatasinya  Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya:
“Cukuplah  Rabb-mu menjadi pemberi petunjuk dan penolong “
Jadi Allah Ta’ala pasti senantiasa memberi petunjuk kepada para rasul dan para  pengikut-pengikutnya, dan pasti senantiasa memberi pertolongan kepeda mereka  untuk mengalahkan musuh-musuhnya sekalipun musuh itu merupakan musuh yang paling kuat.
Disamping  itu yang paling penting untuk diketahui ialah, bahwa seringkali musuh-musuh  para rasul itu memiliki ilmu yang banyak, hingga dengan imunya mampu menjadikan kebenaran dan kebatilan kabur di mata manusia. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah (Q.S al-Mu’min:83) (yang artinya) :
Maka  tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mmereka dengan  membawa keterangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh adzab Allah yangb selalu mereka perolok-olokkan itu.
Kegembiraan (kebanggaan)yang termaktub dalam ayat ini jelas tercela, sebab ia merupakan  kegembiraan yang tidak diridhai oleh Allah. Yang jelas berdasarkan ayat ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ingin menunjukkan agar seyogyanya setiap muslim mengetahui bahwa banyak diantara musuh Allah yang memiliki ilmu. Dengan  pengetahuan ini, seorang muslim hendaknya bersiap diri menggalang bekal untuk menghadapi mereka.
Begitu  pula petunjuk yang diberikan  rasul shallallahu `alaihi wa  sallam  ketika beliau mengutus  Mu’adz  ke Yaman. Beliau bersabda (yang artinya) :
Sesungguhnya kamu akan datang kepada suatu kaum dari kalangan ahli kitab (Bukhari  7/661  dan Muslim : no. 19).
Artinya:  Nabi menginginkan agar Mu’adz bersiap-siap menghadapi mereka  yang tentunya  banyak memiliki hujah, karena mereka adalah ahlul kitab.
Selanjutnya  Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan: “bila anda telah mengerti semua  itu dan telah memahami bahwa jalan menuju Allah itu pasti dihadang oleh musuh yang ahli bicara, ahli ilmu dan pandai berhujjah, maka kewajiban anda ialah mempelajari dinullah (secara baik) supaya nanti bisa menjadi senjata yang  akan anda gunakan untuk memerangi para syaitan yang dedengkotnya dahulu pernah berkata kepada Allah (berisi ancaman bagi hambanya pen.) yaitu (yang artinya):
Iblis  menjawab karena engkau telah menghukum saya tersebut, saya benar-benar akan  (menghalang-halangi) mereka dari jalan engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka dari kanan dan kiri mereka. Dan engkau tidak akan mendapati mereka bersyukur(taat) (al-A’raf: 16-17).
Tetapi manakala anda telah menghadapkan muka wajah anda kepada Allah, dan telah mendengarkan  hujjah-hujjah dan penjelasan Allah maka anda tak perlu lagi merasa takut dan sedih, (sebab) Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya):
Sesungguhnya  tipu daya syaitan adalah lemah. (An-Nisa’: 76)
Yakni apabila anda telah memahami bahwa musuh-musuh Allah tersebut mempunyai banyak  kitab dan ilmu pengetahuan yang dengannya bisa digunakan untuk merancukan antara hak dan batil maka anda harus bersiap sedia menghadapi mereka dengan dua hal :
Pertama:  seperti diisyaratkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, anda harus memiliki  hujjah syar’iyyah dan aqliyah agar bisa melibas hujjah serta kebatilan mereka.
Kedua: Anda harus mengenal kebatilan mereka, supaya anda dapat mengalahkan mereka.
Selanjutnya, seorang muslim tidak perlu takut menghadapi   hujjah-hujjah mereka (para   musuh tauhid), karena hujjah mereka adalah batil dan itu  merupakan tipu daya setan,sedangkan tipu daya setan itu lemah.
Selanjutnya  Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menegaskan bahwa seorang awam dari kalangan  orang yang bertauhid akan mampu mengalahkan seribu ulama musyrikin itu,dasarnya adalah firman Allah  Ta’ala (yang artinya):.
”Dan  sesungguhnya tentara   Kami,betul-betul pasti menang. (Ash-Shaffat: 173).
Yang dimaksudkan  dengan satu orang awam dari kalangan orang-orang bertauhid adalah orang yang  mengikrarkan tauhid  dengan segenap macamnya yang tiga, yaitu tauhid Rububiyah  Asma’ was-sifat serta Uluhiyah.(Orang  awam menurut pandangan kaum tarekat sufiyah adalah orang yang seperti disebutkan oleh syaikh  Muhammad bin Abdul Wahab ini, yaitu orang yang mengikrarkan tiga Tauhid :Uluhiyah, Rububiyah dan asma’ was-sifat. Sebab  menurut mereka: tauhid terbagi menjadi tiga peringkat diantaranya (peringkat yang paling rendah): tauhidnya orang-orang awam, yaitu tauhidnya orang yang mengikrarkan tauhid Rububiyah, Uluhiyah dan Asma’ Was-Sifat 1)
Orang  awam yang bertauhid ini pasti akan mampu mengalahkan seribu ulama musyrikin,  sebab ulama musyrikin tersebut tidak sempurna dalam mentauhidkan Allah, mereka  hanya mentauhidkan Rububiyah Allah saja.
Mengimani  tauhid rububiyah semata jelas tidak benar, bahkan pada hakekatnya itu  bukanlah tauhid yang sebenarnya. Buktinya Nabi Shalallahu `Alaihi Wa Sallam telah telah memerangi musyrikin yang secara rububiyah telah mentauhidkan  Allah, namun tauhid semacam ini tidak berguna dan tidak menyebabkan darah    serta harta mereka terpelihara
Dengan  demikian satu orang awam dari kalangan awam dari kalangan orang yang bertauhid  masih lebih baik dari mereka. Karena itulah Allah Ta’ala berfirman (yang artimya):
“Dan  sesungguhnya tentara kami betul-betul akan menang”(Ash-Shaffat: 173)
(Jadi orang awam yang bertauhid itu masih merupakan tentara Allah -pen), Tentara  Allah ini menang berdasarkan hujjah serta penjelasannya sebagaimana ia juga menang dengan pedang serta anak panahnya. Tentara Allah berjihad fi sabilillah
dengan dua cara:
Pertama:  Dengan hujjah dan penjelasan; hal ini dilancarkan katika menghadapi kaum munafiqin,  orang-orang yang menyembunyikan permusuhan kepada kaum muslimin.
Kedua:  berjihad dengan pedang dan anak panah. Ini dilancarkan kepada orang-orang  kafir yang secara terang-terangan menyatakan kekufuran dan permusuhannya.
Dua  bentuk jihad ini sesuai denga firman Allah  (yang artinya):
Maka  mereka merasakan akibat yang buruk akibat perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka kerugian yang besar.  (Ath-Thalaq: 9)
Terkadang  jihad dengan hujjah dan penjelasan juga dilakukan kepad kaum kuffar yang terang-terangan  menyatakan kekafirannya, sebab orang-orang kafir terseb ut tidak diperangi dengan pedang sebelum tegak alasan untuk itu (belum ada hujjah untuk itu atas mereka).
Jundullah (tentara Allah) adalah hamba-hamba Allah yang membela Allah dan rasul-Nya.  Akhirnya Syaikh rahimahullah mengingatkan bahwa yang dikhawatirkan adalah apabila ada seorang  yang bertauhid tetapi ia tidak memiliki kesiapan
senjata (hujjah), hingga dikhawatirkan ia akan kalah manakala menghadapi hujjah  lawan sehingga menimbulkan fitnah.
Oleh  karena itula seyogyanya setiap muslim yang bertauhid senantiasa siap sedia  mempersenjatai dirinya dengan ilmu agamanya yang mapan. Wallahu `alamu bish-shawab.

mistery telaga merah

SITUS





Komunitas Blogger Cirebon.

TRANSLATE

CEK TAGIHAN ONLINE

TAGIHAN LISTRIK

TAGIHAN TELEPON

berlangganan artikel

Delivered by FeedBurner

MISTERY TELAGA MERAH


Select All
Silahkan Tinggalkan komentar setelah anda menaruh link back ke blog ini